Friday, August 4, 2017

Jakarta

pict: google.com

untuk kesekian kalinya, saya menginjakkan kembali kaki ke Jakarta.
pulang dari perantauan, untuk sejenak menikmati hangatnya teh pagi buatan ibu dan renyahnya tawa keluarga akan kelakar bapak.
entah apa yang sudah diajarkan Jakerta kepada saja, mengenai waktu dan orang orang, mengenai luka dan keikhlasan.
kepulangan saya kali ini membuat Jakarta terasa berbeda.

suatu malam dihari ketiga saya dirumah, dalam perjalanan menjemput kakak saya pulang kerja di stasiun, mobil kami melewati jalanan yang dulu selalu saya lalui tiap pulang dari tempat bimbel. saya tidak sadar tersenyum, mengingat apa yang pernah saya lalui di masa ketika melewati jalanan itu adalah rutinitas saya. ya, kelelahan itu.

Jakarta.
untuk pertama kalinya saya ditampar oleh kehidupan.
dan untuk kali pertama pula saya menyadari bahwa saya harus berjuang untuk diri saya sendiri, bukan utnuk menunjukkan kepada orang lain saya bisa apa, tapi untuk diri saya sendiri agar saya bisa hidup seperti apa yang saya ingini.

tanpa luka yang saya bawa dari Medan, yang adalah kota tempat tinggal saya sebelum Jakarta, saya tidak akan bisa menemukan apa apa di Jakarta.
dan tanpa tamparan berulang kali selama saya di Jakarta, saya tidak akan berani untuk melangkah dan membawa mimpi saya ke Yogyakarta, kota perantauan saya hingga saat ini.

Jakarta memang tidak seromantis Yogyakarta, tidak seteduh Medan, dan tidak sebersahabat Surabaya.
tapi Jakarta punya cerita tersendiri dalam kehidupan saya.


0 comment:

Post a Comment